Lebaran dan Mudiknya Orang Betawi
Lebaran dan Mudik
Tiba-tiba Jakarta sepi. Jalanan lengang. Macet yang biasa menjadi santapan masyarakat pun menghilang. Hanya papan reklame bisu yang merindu bising klakson mobil, juga deru lalu lalang kendaraan. Ya, separuh lebih dari penduduk ibu kota memang sedang pulang kampung. Bersilaturahim dengan keluarga mereka masing-masing. Lalu bagaimana dengan penduduk asli Jakarta? Mudikkah mereka?
Mudik adalah sebuah tradisi yang sangat khas di setiap Hari Raya Idul Fitri. Pulang ke kampung setelah sebelas bulan berusaha di kota sudah merupakan sebuah keharusan bagi separuh lebih masyarakat kota ini. Sebenarnya, mudik itu adalah kebutuhan rohani kita untuk kembali ke asal-usul kita. Sebuah rasa rindu akan kampung halaman dan bersilaturahim dengan sanak famili kita. Dan bagi masyarakat kota yang memiliki kampung halaman, mudik adalah sebuah proses pulang, baik secara geografis maupun kultural. Kembali pada kenangan masa kecil. Meninggalkan sementara keriuhan kota yang hanya menuntut sebuah kerja keras.
Lalu bagaimana dengan penduduk asli Jakarta. Mungkin bagi orang Betawi yang tinggal di luar Jakarta, aktivitas mudik lebaran ini tidaklah aneh. Namun, bagi mereka yang lahir dan tinggal di kota ini tentu kegiatan mudik itu sebuah hal yang nyaris tidak terpikirkan mereka. Akan tetapi, sesungguhnya kita sebagai orang Betawi juga menjalani aktivitas mudik itu, walau bukan mudik secara geografis.
Sadar atau tidak, sebenarnya lebaran itu adalah sebuah proses kepulangan kita kepada akar budaya. Kembali pada rahim kultural yang selama ini nyaris kita lupakan karena kesibukan mengais rejeki. Bahkan kita tinggalkan karena banyak sebab, mulai dari serangan bertubi-tubi budaya kapitalis hingga keengganan kita mengenal kearifan lokal karena menganggapnya telah kuno dan ketinggalan zaman.
Nah, pada lebaran inilah mau tidak mau kita kembali pada kesadaran budaya itu. Kembali kita bersilaturahim ke sanak kerabat dengan membawa hantaran kue-kue lebaran. Kembali mengenang masa kecil kita ketika ketemu saudara-saudara atau teman-teman sepermainan kita. Juga mencium tangan enyak-babe kita seraya meminta maaf atas kesalahan kita selama ini. Dan semuanya itu adalah budaya asli kita. Sebab budaya tidak hanya musik, tarian, atau bentuk-bentuk kerajinan yang kita kenal. Budaya adalah sebuah aktivitas sehari-hari manusia. Karenanya, hanya pada lebaran inilah kita sebagai penduduk asli Jakarta bisa mudik secara kultural pada kearifan lokal kita yang seharus tetap ada dalam keseharian kita.
Seperti halnya hari yang fitri ini telah menjadikan kita kembali pada fitrah kita. Maka, kami selaku redaksi Cinte Betawi juga mengajak semua masyarakat Jakarta untuk kembali pada budaya kita. Mudik secara kultural pada kearifan lokal budaya kita. Bukan hanya pada Hari Raya Idul Fitri, melainkan pada keseharian kita. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin (Redaksi…).