Pencak Silat, Nilai Kesabaran yang Terlupakan

{Pegelaran Seni Budaya Betawi Bareng Silat Cingkrik Goning}

 

Pagelaran Seni Budaya Betawi Bareng Silat Cingkrik Goning, pada Minggu 25 November 2012 di Lapangan Pertamina, Jl. Kramat Rt 002/08, Tanah Baru, Beji, Depok.

Silat sebagai seni beladiri asli negeri ini tentu mempunyai filosofi tersendiri. Secara sederhana kita hanya mengenal silat sebagai sarana untuk menjaga diri kita dari serangan lawan dalam sebuah perkelahian yang terpaksa kita hadapi. Selama ini kita hanya mengenal silat hanyalah sebatas hal di atas tersebut. Sebenarnya setiap seni budaya punya filosofinya tersendiri. Jadi alangkah lebih baik kita juga berusaha untuk mengetahui nilai-nilai yang dikandung oleh seni budaya kita.

Jika mengamati secara seksama, gerakan silat biasanya dilakukan atas dasar untuk melindungi atau mempertahankan diri, bukan untuk menyerang. Sehingga, wajar jika banyak gerakan silat dimulai dengan menangkis, mengelak, atau menangkap serangan lawan. Setelah itu, baru menyerang jika memang terpaksa. Wajarlah bila banyak perguruan silat, selain mengajarkan olah beladiri juga mengajarkan olah rasa, agar murid-murid mereka bisa dengan bijak menggunakan kemampuan berkelahi yang mereka kuasai. Oleh karena itu, sebenarnya silat itu bukanlah mengajarkan untuk berkelahi, tetapi mengajarkan kita untuk sabar.

Melihat ke masa lalu, yakni masa penjajahan Belanda yang hukumnya jelas lebih memihak bangsa mereka daripada kaum pribumi, sehingga masalah sedikit saja yang dihadapi kaum pribumi akan membuat mereka dipenjara atau dihukum gantung. Ini pula mungkin yang mendasari gerakan silat lebih banyak dimulai dengan menangkis, mengelak, atau menangkap yang lebih mengajarkan kita untuk bersabar dan menahan emosi, sehingga tidak mendapat masalah dengan hukum penjajahan yang saat itu tidak menguntungkan masyarakat kita.

Ajaran mengenai kesabaran dalam silat ini digambarkan secara gamblang dalam ungkapan Betawi yang masih sering kita dengar hingga sekarang, yaitu “lu jual gue beli”. Ungkapan sederhana ini jelas menggambarkan agar kita tidaklah memulai perkelahian, tetapi jika memang terpaksa untuk melindungi diri kita barulah kita hadapi serangan itu. Oleh karena itu, sebenarnya kitadiharuskan menahan emosi terlebih dahulu. Bukan asal menyerang tanpa mengetahui ujung pangkal masalah seperti kebanyakan masyarakat dan anak muda zaman sekarang yang mudah tersulut emosi mereka.

Akan tetapi, nilai-nilai kesabaran yang terkandung dalam seni pencak silat tersebut, belakang kurang diminati kaum muda kita. Mereka lebih memilih beladiri dari negara-negara asing, seperti karate, taekwondo, wushu dan lain-lain. Bahkan kalau kita mau sedikit saja meilhat gerak silat yang dipertandingkan di IPSI sekarang justru lebih menghargai nilai menyerang dibandingkan nilai-nilai menahan serangan yang sebenarnya merupakan dasar dari pandangan silat tradisional di negeri ini.

Perkembangan beladiri-beladiri dari luar Indonesia yang cukup meningkat ini dibandingkan silat tradisional kita itulah yang membuat sekelompok anak muda di Oenti Project tergerak untuk mengenalkan silat tradisional Betawi – khususnya silat dari Perguruan Cingkrik Goning — di masyarakat kita. Dengan tema Pagelaran Seni Budaya Betawi Bareng Silat Cingkrik Goning, mereka tidak hanya ingin membuktikan kepedulian mereka terhadap budaya Betawi, tetapi juga ingin memproklamirkan jika silat adalah bagian dari bangsa ini dan kita sebagai anak muda tidak perlu malu untuk mempelajarinya.

Sederhananya, saat ini bukanlah zaman penjajahan yang belajar silat harus sembunyi-sembunyi di kamar, musolah, atau tengah malam. Justru kita harus dengan bangga belajar silat ini di hadapan banyak orang agar masyarakat kita terutama anak-anak muda kita mau mengenal budaya kita sendiri.

Tabe. Salam Budaya. Jika berkenan dan punya waktu sempatkanlah hadir di acara Pagelaran Seni Budaya Betawi Bareng Silat Cingkrik Goning, pada Minggu 25 November 2012 di Lapangan Pipa Gas Pertamina, Jl. Kramat Rt 002/08, Tanah Baru, Beji, Depok (Bang DK).

 

 

Catatan: Acara ini dipersembahkan oleh Oenti Project dan terbuka untuk umum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>